Jumat, 10 April 2015

SEGO MEGONO PEKALONGAN

Bagi anda yang sering mudik melalui jalur pantai utara Jawa mungkin sudah tidak asing dengan kuliner ini. Sego megono atau nasi megono memang makanan khas yang sudah sangat familiar di kota-kota jalur pantura seperti Pemalang, Pekalongan, dan Batang.  Menu sego megono biasanya dijadikan sebagai menu sarapan yang murah meriah dan banyak disukai oleh masyarakat kalangan menengah ke bawah. Bagi anda yang ingin mencicipi kuliner ini tidak sulit untuk menemukannya. Menu sego megono banyak dijual di pasar-pasar atau di warung-warung makan.

Sumber foto http://ridhonoor.blogspot.com/

Masakan sego megono merupakan makanan yang sederhana. Sego megono menggunakan bahan dasar nangka muda yang dicincang halus kemudian di masak dengan bumbu khas urap yang pedas dan gurih. Tak lupa disajikan lengkap dengan sambal tauco khas Pekalongan dan terik tempe berbalut santan serta nasi putih yang masih hangat membuat makanan ini semakin terasa nikmat. Apalagi jika disajikan dengan menggunakan pincuk yang terbuat dari daung pisang, hmm... membuat nafsu makan semakin besar karena aroma harum daun pisang yang khas.

Asal usul nama megono konon berasal dari kata mega yang berarti awan dan gegono yang berarti angkasa. Jika digabungkan menjadi megono yang kurang lebih artinya menjadi mego ing gegono atau awan di angkasa. Sampai di sini anda pasti bingung, apa hubungannya awan di angkasa dengan makanan berbahan dasar nangka muda ini?

Jadi kurang lebih begini ceritanya, tetapi saya juga tidak bisa memastikan benar atau tidak cerita ini, hehe. Dahulu pada masa penjajahan, konon sego megono pertama kali muncul saat terjadinya perang kemerdekaan I dan II atau biasa dikenal dengan agresi militer Belanda I dan II. Saat itu para pejuang berusaha untuk tetap bisa makan dengan lauk seadanya dengan mengolah makanan menggunakan nangka muda. Nangka muda yang diolah ini memiliki warna yang agak kecokelatan yang terlihat agak kotor sehingga terkesan seperti awan mendung di angkasa. Mungkin karena hal itulah makanan ini dinamakan sego megono.


Ada juga sumber yang menceritakan bahwa sego megono ini masih ada pengaruhnya dengan budaya dari bangsa Arab. Biasanya bagi orang Arab saat mengadakan suatu acara akan mengakhiri acara tersebut dengan makan nasi kebuli secara bersama-sama melingkari satu nampan besar. Budaya inilah yang kemudian diserap oleh masyarakat Jawa. Namun karena masyarakat Jawa pada saat itu jarang mengkonsumsi daging maka bahan dasarnya pun diganti dengan menggunakan nangka muda yang lebih merakyat. Kota Pekalongan memang merupakan salah satu kota yang kultur masjidnya masih sangat kental.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar